“Makanya istighna itu bukan bi syai’ (dengan sesuatu) tapi ‘ani syai’ (dari sesuatu),” ujar beliau.
Perbedaan ini terlihat sederhana, namun mendalam. Jika kita merasa cukup hanya saat memiliki sesuatu, maka kita akan terus bergantung pada hal tersebut untuk merasa bahagia.
Sebaliknya, jika kita merasa cukup dari sesuatu, kita tidak akan terganggu oleh ada atau tidaknya benda tersebut dalam hidup kita.
“Kalau kamu merasa cukup dengan terpenuhinya kebutuhan itu, maka kamu akan nyari-nyari barang itu. Tapi kalau kamu istighna ‘ani syai’, memang kamu dari awal nggak,” ujar Gus Baha.
Artinya, tidak berhasrat untuk memuaskan nafsu yang terus menginginkan banyak hal.
Gus Baha juga memberikan contoh sederhana: “Saya beri contoh begini, kamu bisa makan satu piring hanya butuh Rp10.000, (bandingkan) dengan (orang yang) punya gedung (artinya dia kaya) tapi nggak bisa makan,” ujar beliau.
Mungkin ada yang bilang, “Kan nggak mungkin orang punya gedung nggak kuat beli makan.” Kalau Allah menghendaki, bisa saja, misalnya sakit stroke,” tambah Gus Baha.
Melalui contoh ini, Gus Baha mengingatkan kita bahwa kekayaan materi tidak menjamin kebahagiaan atau bahkan kebutuhan dasar seperti makan.