oleh

Sangat Memprihatinkan! Indonesia Menjadi Salah Satu Penyumbang Besar E-Waste Dunia

RADARPANGANDARAN.COM – Negara-negara di seluruh dunia terus menghasilkan sampah elektronik dalam skala raksasa. Laporan Global E-Waste Monitor 2024 mencatat bahwa masyarakat global menghasilkan sekitar 62 juta ton e-waste pada tahun 2022. Angka itu terus meningkat dengan laju lebih cepat daripada kapasitas daur ulang resmi yang tersedia.

Situasi ini memperlihatkan bahwa manusia melepaskan material bernilai sekaligus menebarkan polusi berbahaya ke udara, tanah, dan air. Akibatnya, kesehatan manusia dan lingkungan menghadapi ancaman nyata yang tidak bisa lagi diabaikan.

Indonesia Menambah Beban dengan Jumlah E-Waste yang Besar

Indonesia ikut memperbesar masalah global dengan produksi sampah elektronik yang masif. Data internasional menegaskan bahwa Indonesia menempati posisi utama di Asia Tenggara sebagai penghasil e-waste.

Pada tahun 2022, Indonesia menghasilkan sekitar 1,9 juta ton e-waste, lalu meningkatkan jumlah itu menjadi 2,1 juta ton pada 2023. Jika pola konsumsi dan pergantian perangkat terus berjalan tanpa pengendalian, jumlah tersebut berpotensi melonjak hingga 4,4 juta ton pada 2030. Fakta ini memperlihatkan bahwa masalah e-waste di Indonesia sudah masuk level nasional dan membutuhkan solusi segera.

E-Waste Menyebarkan Racun Berbahaya

Sampah elektronik tidak hanya menimbulkan tumpukan barang rusak, tetapi juga menyebarkan racun berbahaya. Setiap perangkat elektronik mengandung logam berat seperti timbal, merkuri, dan kadmium.

Ketika masyarakat membuang atau membakarnya tanpa prosedur standar, racun itu meresap ke dalam tanah, mencemari air, dan mencemari udara. Dampaknya memukul balik masyarakat berupa gangguan pernapasan, kerusakan saraf, hingga masalah reproduksi. Peneliti internasional menegaskan bahwa dunia sedang kalah melawan gelombang limbah elektronik bila tidak segera bertindak.

Indonesia Gagal Memanfaatkan Potensi Ekonomi dari E-Waste

Indonesia tidak hanya menanggung risiko, tetapi juga menyia-nyiakan potensi besar karena infrastruktur daur ulang masih terbatas. Studi menyebutkan bahwa Indonesia hanya mengolah sebagian kecil e-waste secara formal dan aman. Akibatnya, masyarakat membuang logam berharga seperti tembaga, emas, dan perak yang seharusnya bisa digunakan kembali dalam industri.