Namun, terlalu sering melihat kehidupan orang lain dapat memicu perbandingan tidak sehat. Otak akan terus memproses informasi tersebut dan menimbulkan kekhawatiran berlebihan.
Bahkan, banyak remaja mengaku sulit tidur karena terus memikirkan tanggapan orang lain terhadap unggahan mereka.
Hal ini menunjukkan bahwa media sosial bukan hanya sarana hiburan, tetapi juga sumber tekanan psikologis yang memicu overthinking.
Ketidakpastian Masa Depan
Faktor lain yang membuat generasi muda rentan overthinking adalah ketidakpastian masa depan. Perubahan dunia kerja, krisis ekonomi, serta tantangan global seperti perubahan iklim menimbulkan rasa cemas terhadap arah kehidupan. Anak muda sering memikirkan pertanyaan seperti, “Apakah karierku nanti stabil?” atau “Bagaimana jika rencanaku gagal?”
Rasa cemas yang tidak diimbangi dengan tindakan konkret akhirnya membuat pikiran mereka berputar di tempat. Mereka sibuk menganalisis kemungkinan terburuk tanpa berani melangkah. Akibatnya, kepercayaan diri menurun dan produktivitas ikut terganggu.
Kurangnya Keterampilan Mengelola Emosi
Selain faktor eksternal, kemampuan mengelola emosi juga berperan besar dalam munculnya overthinking. Banyak generasi muda tumbuh dalam lingkungan yang menekankan pencapaian, tetapi tidak mengajarkan cara menghadapi kegagalan atau kekecewaan. Akibatnya, ketika menghadapi masalah kecil, mereka mudah merasa panik dan kehilangan arah.
Tanpa keterampilan manajemen emosi yang baik, setiap kesalahan terasa besar dan terus dipikirkan. Padahal, kemampuan menerima dan memahami emosi dapat membantu seseorang berpikir lebih rasional.