RADARPANGANDARAN.COM- Beberapa tahun yang lalu, memiliki jadwal yang sangat padat dipandang sebagai ukuran keberhasilan. Orang-orang bangga dengan rutinitas bangun pagi, bekerja, lembur, terlibat dalam komunitas, hingga akhir pekan tetap aktif. Namun sekarang, tren mulai bergeser.
Generasi healing kini bangga memilih damai dan bahagia, bukan hustle atau predikat pekerja keras yang super sibuk. Lalu, mengapa fenomena Generasi Healing ini terjadi?
Dari “Kerja Tanpa Henti” ke “Istirahat Itu Penting”
Anak muda, khususnya mereka yang berada di Generasi Z, tumbuh di lingkungan yang serba cepat. Semua aspek kehidupan bisa diakses dalam waktu singkat, tetapi justru itulah yang menimbulkan tekanan.
Tekanan sosial, harapan dalam karier, serta perbandingan kehidupan di media sosial membuat banyak orang merasa kelelahan.
Oleh karena itu, muncullah tren baru “healing”. Ini bukan sekadar berlibur ke pantai atau mendaki gunung, tetapi juga merujuk pada perbaikan mental dan emosional belajar untuk memahami diri sendiri, menerima kelemahan, dan mencari ketenangan di tengah kesibukan hidup.
Healing Bukan Berarti Malas
Seringkali, generasi yang lebih tua melihat “healing” sebagai alasan untuk tidak melakukan apa-apa. Meskipun begitu, bagi generasi muda, healing adalah cara untuk mengisi kembali energi mereka, bukan soal menghindar dari tanggung jawab.
Mereka menyadari, bahwa bekerja tanpa henti justru dapat menyebabkan kelelahan dan kehilangan tujuan.
Maka dari itu, mengambil waktu untuk beristirahat dianggap krusial bagi kesehatan mental dan menemukan makna sejati dalam hidup.
Hidup Santai, Tapi Tetap Penuh Produktivitas
Menariknya, generasi healing tidak kehilangan ambisi mereka, mereka tetap memiliki keinginan untuk berhasil, namun dengan cara yang lebih manusiawi.