RADARPANGANDARAN.COM – Negara yang larang penggunaan ChatGPT semakin banyak mendapat sorotan dunia. Layanan kecerdasan buatan ini memang mampu membantu banyak pekerjaan manusia, mulai dari menulis, menganalisis data, hingga mendukung proses belajar.
Namun, tidak semua negara memandangnya sebagai inovasi positif. Setidaknya ada 18 negara yang memilih menutup akses ChatGPT, yaitu China, Korea Utara, Iran, Kuba, Suriah, Rusia, Afghanistan, Republik Afrika Tengah, Eritrea, Libya, Sudan Selatan, Sudan, Yaman, Bhutan, Eswatini, Chad, Burundi, dan Republik Demokratik Kongo.
Kontrol Informasi dan Sensor Politik
Negara yang larang penggunaan ChatGPT umumnya menerapkan sensor ketat terhadap informasi. Pemerintah otoriter khawatir warganya mengakses konten yang berlawanan dengan ideologi mereka.
ChatGPT bisa menghasilkan jawaban yang mengandung kritik sosial, politik, atau perspektif asing yang dianggap mengancam stabilitas pemerintahan. Untuk menjaga kendali penuh atas narasi publik, mereka memilih menutup pintu bagi layanan ini.
Keamanan Data dan Privasi
Negara yang larang penggunaan ChatGPT juga menyoroti masalah keamanan data. ChatGPT mengandalkan server luar negeri yang menyimpan data percakapan pengguna.
Bagi negara tertentu, hal ini menimbulkan risiko besar karena data sensitif bisa dikumpulkan tanpa persetujuan resmi. Kekhawatiran itu semakin besar karena regulasi data di negara tersebut belum sekuat di wilayah lain.
Misinformasi dan Konten Salah
Negara yang larang penggunaan ChatGPT menilai risiko misinformasi sangat berbahaya. ChatGPT kadang menghasilkan jawaban yang tampak meyakinkan tetapi tidak akurat.