Dalam studi “The Fragmented Self: Having Multiple Accounts in Instagram Usage Practice among Indonesian Youth” dari UGM, ditemukan bahwa remaja memakai akun kedua agar bisa lebih bebas menampilkan aspek kehidupan mereka yang mungkin tidak cocok untuk khalayak luas.
Mulai dari seperti hobi tertentu, pendapat yang sensitif, atau bahkan eksperimen identitas. Mereka memilih untuk memisahkan identitas agar tidak semua aspek kehidupan menjadi konsumsi publik.
Sisi Positif Menggunakan Second Account
1. Privasi & Kontrol Identitas
Dengan akun kedua, pengguna bisa mengendalikan siapa yang melihat kontennya. Bagian kehidupan pribadi bisa terpisahkan dari yang profesional atau publik. Ini membantu mengurangi stres karena tekanan dari “bagus di mata orang lain” atau perbandingan sosial.
2. Menunjukkan Berbagai Sisi Diri
Banyak orang merasakan bahwa mereka memiliki sisi yang berbeda: yang resmi, yang santai, yang kreatif, yang tanpa filter. Second account memberi ruang untuk sisi-sisi yang lebih personal atau eksperimental tanpa khawatir terlalu banyak orang menganggapnya. Studi UGM menunjukkan bahwa remaja menggunakan akun kedua sebagai cara mengekspresikan diri yang lebih bebas dan “otentik”.
3. Keamanan & Cadangan
Kalau akun utama kena suspend, diblokir, atau masalah privasi lainnya (misalnya disikapi negatif oleh publik), punya akun cadangan bisa menjadi alternatif. Atau akun kedua digunakan sebagai tempat untuk memonitor hal-hal yang sifatnya eksperimental tanpa mempertaruhkan reputasi utama.
4. Kebutuhan Komunitas Khusus
Ada kelompok atau komunitas kecil yang mana pengguna ingin berinteraksi secara lebih intim atau berbeda gayanya daripada akun utama. Contohnya komunitas fotografi, activism, ataupun fans tertentu, yang mungkin ingin konten yang berbeda tone atau gaya.
Sisi Negatif & Risiko Second Account
1. Kesulitan Konsistensi & Manajemen
Memelihara dua atau lebih akun butuh usaha ekstra. Pembuat harus memosting, membalas komentar, menjaga interaksi. Jika tidak konsisten, bisa membuat akun cadangan menjadi terbengkalai atau bahkan jadi “akun mati” yang tetap terlihat, akan tetapi tidak aktif.
2. Risiko Kebingungan Identitas & Perasaan Diri
Ada potensi bahwa membagi identitas terlalu banyak bisa menimbulkan kebingungan pribadi. Siapa saya yang sebenarnya? Hal ini bisa mempengaruhi harga diri atau perasaan bahwa hidup saya harus terbagu menjadi bagian-bagian untuk orang lain.
3. Privasi Tidak Selalu Aman
Walaupun akun kedua dibuat agar lebih privat, masih ada risiko bahwa data dari akun tadi bisa ditautkan kembali ke akun utama melalui jejak digital, gaya bahasa, metadata, atau pola interaksi. Penelitian tentang “User Identity Linkage” menunjukkan algoritma bisa mengidentifikasi akun-akun yang diasosiasikan dengan orang yang sama melalui ciri linguistik dan interaksi sosial.
4. Tekanan Sosial & Self-Comparison
Kadang orang merasa bahwa akun utama harus selalu “baik”, sedangkan akun kedua mungkin menjadi tempat “kelebihan” emosi atau keluhan. Tapi melihat apa yang orang lain posting di akun utama bisa menimbulkan rasa tidak cukup, obsesi akan validasi, atau perbandingan yang tidak sehat.
Mengapa Sebagian Orang Membutuhkannya?
Kebutuhan akan akun kedua bukan hanya soal menyembunyikan sesuatu. Kebutuhan itu lebih ke soal fleksibilitas dalam pengelolaan diri di ruang publik digital. Seiring media sosial menjadi lebih terkoneksi dan ekspektasi publik tinggi, banyak orang merasa perlu memisahkan mana yang untuk keluarga, mana yang untuk teman-teman dekat, mana yang untuk publik, atau kegiatan profesional.