RADARPANGANDARAN.COM- Menjelang Hari Raya Idulfitri, masyarakat Indonesia sangat antusias dalam menyambut tradisi Tunjangan Hari Raya (THR).
Tradisi ini bukan hanya soal uang tambahan, tetapi juga simbol kebersamaan, penghargaan, dan ikatan sosial.
Setiap tahun, jutaan pekerja menerima THR dari perusahaan, sementara anak-anak menantikan pemberian uang dari orang tua atau kerabat.
Namun, tidak banyak yang mengetahui sejarah unik di balik tradisi pemberian THR ini, maka dari itu mari kita simak penjelasan di bawah ini.
Asal Usul Tradisi THR
Pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan THR pada masa Orde Lama, tepatnya tahun 1950-an. Saat itu, Menteri Perburuhan saat itu, Iman Soepomo, mengusulkan agar buruh menerima tambahan penghasilan menjelang Lebaran.
Pemerintah bertujuan membantu buruh memenuhi kebutuhan hari raya yang meningkat. Sejak saat itu, pemberian THR berkembang menjadi kewajiban perusahaan kepada pekerja.
THR sebagai Hak Pekerja
Pemerintah kemudian memperkuat aturan tentang THR melalui regulasi resmi. Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan bahwa setiap pekerja berhak menerima THR minimal satu kali gaji pokok setelah bekerja setahun.
Jika masa kerja kurang dari satu tahun, pekerja tetap mendapat THR secara proporsional. Aturan ini menjadikan THR bukan sekadar tradisi, tetapi hak yang harus perusahaan penuhi.
THÂ dalam Tradisi SosialR
Masyarakat Indonesia juga memaknai THR sebagai bentuk berbagi. Anak-anak menunggu amplop berisi uang dari orang tua, paman, atau tetangga.