Di kulit, gula biang mempercepat proses glikasi, yaitu pengikatan gula pada kolagen. Kolagen yang seharusnya menjaga elastisitas kulit justru menjadi kaku. Akibatnya, kulit kehilangan kekenyalannya, muncul kerutan, dan wajah tampak kusam meski usia masih muda.
Bukan hanya fisik yang terganggu, gula biang juga memengaruhi suasana hati. Setelah tubuh menerima lonjakan energi, kadar gula darah turun tiba-tiba dan menimbulkan rasa lelah, mudah marah, serta sulit berkonsentrasi. Anak-anak yang mengonsumsi banyak gula biang cenderung menjadi hiperaktif dan sulit fokus.
Langkah Bijak Mengurangi Gula Biang
Menghindari gula biang tidak berarti harus hidup tanpa rasa manis. Seseorang bisa menggantinya dengan pemanis alami seperti madu, stevia, atau gula kelapa yang memiliki indeks glikemik lebih rendah.
Membaca label nutrisi sebelum membeli makanan kemasan juga membantu mengenali istilah lain dari gula biang, seperti “sukrosa rafinasi” atau “corn syrup”.
Selain itu, membatasi asupan gula tambahan maksimal 25–30 gram per hari sesuai anjuran WHO menjadi langkah sederhana untuk menjaga keseimbangan tubuh.
Gula biang memang membuat makanan terasa nikmat, tetapi tubuh membayar mahal untuk itu. Setiap sendok manis berlebihan memperbesar peluang datangnya penyakit.
Dengan mengendalikan konsumsi gula sejak dini, seseorang tidak hanya menjaga kesehatan, tetapi juga memperpanjang vitalitas hidupnya. Kini saatnya memilih: mengatur rasa manis di piringmu, atau membiarkan tubuhmu dikendalikan oleh gula.