Kondisi geografis yang terisolasi serta terbatasnya akses pendidikan formal membuat masyarakat kesulitan memperoleh literasi dan keterampilan akademik.
Di Asia Selatan, beberapa negara kecil dengan konflik internal dan infrastruktur terbatas juga menghadapi tantangan serupa.
Faktor Gizi yang Tidak Bisa Diabaikan
Ahli kesehatan menegaskan bahwa gizi memegang peran vital dalam perkembangan otak. Kekurangan protein, vitamin, dan mineral pada masa kanak-kanak menyebabkan fungsi otak tidak berkembang optimal.
Negara yang masih berjuang menghadapi masalah kelaparan dan malnutrisi otomatis mencatatkan skor IQ rendah dalam penelitian global.
Fakta ini menunjukkan bahwa kecerdasan bukan hanya soal belajar, tetapi juga erat kaitannya dengan kesejahteraan dasar masyarakat.
Perbedaan dengan Negara Maju
Ketika peneliti membandingkan negara-negara dengan rata-rata IQ rendah dengan negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, perbedaan mencolok langsung terlihat.
Negara maju memiliki sistem pendidikan yang merata, gizi masyarakat yang baik, serta teknologi yang mendukung pembelajaran.
Tidak mengherankan jika mereka mencatatkan rata-rata IQ di atas 100, jauh lebih tinggi dibandingkan negara berkembang.
Kritik terhadap Pengukuran IQ Global
Meski data ini mencuri perhatian, sejumlah pakar mengkritisi metode pengukuran IQ lintas negara. Mereka menilai standar tes IQ tidak selalu cocok diterapkan di semua budaya.
Misalnya, penyusun tes membuat soal yang lebih sesuai dengan konteks masyarakat Barat, sehingga negara dengan latar belakang berbeda kesulitan menjawab meski sebenarnya memiliki kecerdasan dalam bentuk lain.