Embargo ini dilakukan sebagai protes atas dukungan militer mereka terhadap Israel dalam perang tersebut, yang menyebabkan harga minyak naik empat kali lipat dari $3 per barel menjadi sekitar $12 per barel.
Krisis kedua terjadi setelah Revolusi Iran pada tahun 1979, yang menggulingkan Shah Iran dan membawa Ayatollah Khomeini berkuasa.
Revolusi ini mengganggu produksi minyak di Iran, yang saat itu merupakan salah satu eksportir minyak terbesar di dunia.
Akibatnya, harga minyak kembali melonjak, kali ini dari sekitar $13 per barel menjadi hampir $40 per barel pada tahun 1980.
Gubernur bank sentral ini melihat pola yang sama saat ini, dengan meningkatnya konflik di Timur Tengah, khususnya antara Iran dan Israel, yang memicu kekhawatiran global tentang dampak ekonomi, terutama dalam hal pasokan energi.
Bailey mengungkapkan pasar minyak global berada dalam ketidakpastian karena potensi gangguan pasokan minyak dari Timur Tengah, yang merupakan salah satu wilayah penghasil minyak terbesar di dunia.
Serangan balasan antara Iran dan Israel, serta keterlibatan kelompok militan seperti Hizbullah dan Hamas, semakin memperburuk situasi ini.