Ketegangan yang meningkat ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi perang skala penuh antara Israel dan Iran di Timur Tengah.
Reaksi Negara-Negara Teluk dalam Menghadapi Konflik Iran-Israel
Sementara itu, laporan yang ditulis oleh Patrick Wintour di The Guardian menyoroti sikap negara-negara Teluk yang berada dalam situasi dilematis terkait konfrontasi antara Iran dan Israel.
Penyelenggaraan Konferensi Menteri Luar Negeri Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) yang bertepatan dengan kunjungan Presiden Iran ke Doha menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana negara-negara Teluk akan merespons jika Israel semakin memperkuat posisinya terhadap Iran.
Enam negara Sunni dalam GCC, yang secara historis memiliki hubungan tegang dengan Iran yang mayoritas Syiah, sudah sejak tahun 2016 mengklasifikasikan Hizbullah sebagai kelompok teroris. Namun, mereka tetap berpegang pada pentingnya kemerdekaan Palestina sebagai syarat perdamaian di Timur Tengah.
Meskipun negara-negara Teluk menunjukkan dukungan terhadap Palestina, tindakan nyata untuk menghentikan agresi Israel di Gaza masih terbatas pada bantuan kemanusiaan.
Ancaman Israel terhadap fasilitas minyak dan nuklir Iran menjadi sumber kekhawatiran besar bagi negara-negara Teluk.
Mereka takut bahwa jika Israel berhasil menghancurkan Iran, hal ini akan meninggalkan preseden bahwa “keadilan” hanya bisa dicapai melalui perang total.
Seorang diplomat Arab dari negara yang tidak bersahabat dengan Iran menyatakan kekhawatirannya tentang dampak moral dari “kemenangan penuh” bagi Israel, karena hal ini akan memaksa negara-negara Teluk untuk hidup di bawah standar keadilan versi Israel.