“Saya sedang menuju Jepang, ke Yokohama, lalu Leonardo dan Braida menelepon saya. Saya pikir itu hanya lelucon, karena saya sudah berusia 33 tahun,” ujarnya.
“Saya bahkan sudah menandatangani pra-kontrak dan mereka sudah membayar saya. Namun, saya mengembalikan uangnya dan pergi ke Milan. Ancelotti awalnya hanya ingin saya bermain 12 pertandingan per musim, tetapi saya malah memainkan semuanya hingga usia 38 tahun,” kenangnya.
“Saya tidak pernah ingin beristirahat. Saya selalu ingin bermain, dan kami memenangkan semua yang bisa dimenangkan,” paparnya.
Cafu juga memuji Emerson Royal dan mengungkapkan kekagumannya terhadap sepak bola Italia sejak kecil, serta bagaimana ia tumbuh dengan mengagumi para pemain Milan.
Dia juga berbicara tentang pentingnya sepak bola dalam mengatasi masalah rasisme dan menggambarkan Carlo Ancelotti sebagai pelatih, ayah, dan saudara baginya.
“Jika Emerson tidak sangat kuat, dia tidak akan berada di Rossonero. Sekarang dia bisa menemukan kesempatan yang tepat untuk kembali bermain dengan tim nasional Brasil,” ucapnya.
“Di Brasil, sepak bola Italia dipandang sebagai sesuatu yang luar biasa. Kami semua ingin datang ke Italia. Saya tumbuh menonton Serie A dan mengagumi para pemain Milan,” terangnya.
“Ancelotti adalah pelatih, ayah, saudara. Bagi saya, dia adalah segalanya,” katanya.
“Berlusconi sangat mengesankan. Setiap hari dia memiliki taktik di pikirannya. Dia datang ke Milanello dan memberikan kami saran. Fantastis. Dia juga sangat menghormati semua pemain,” jelasnya.