Beliau juga mencontohkan kebiasaan manusia yang sering kali mengulangi dosa-dosa kecil, seperti ghibah, lalu bertaubat, namun tetap mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari.
“Sehabis ghibah temannya atau tetangganya, istighfar, menyadari ghibah adalah dosa. Besok ghibah lagi, taubat lagi, dan ghibah lagi,” tambahnya.
Menurut Gus Baha, manusia yang tidak bisa istiqomah dalam bertaubat ia sebut sebagai “tidak bakat wali,” karena dosa seperti menjadi kebutuhan dalam hidup mereka.
“Namanya tidak bakat jadi wali, dosa seperti kebutuhan. Amit-amit benar. Orang kalau tidak wali, kebutuhannya bukan sembako, tapi ghibah,” tandas Gus Baha dengan nada humor.
Ceramah Gus Baha ini mengingatkan kita bahwa meskipun Allah adalah Maha Penerima Taubat, manusia harus berusaha lebih keras untuk menjaga diri dari kesalahan yang sama dan tetap istiqomah dalam bertaubat serta memperbaiki diri.
Nasehat Gus Baha memberikan gambaran tentang pentingnya taubat yang tulus dan konsisten, sekaligus menyoroti tantangan yang dihadapi manusia dalam menjaga konsistensi dalam berbuat baik.
Pesan bijak Gus Baha mengajarkan bahwa Allah selalu membuka pintu taubat, namun manusia perlu terus berjuang melawan hawa nafsu dan godaan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.