Contoh nyata muncul dari pusat data Meta di Amerika Serikat. Perusahaan tersebut melaporkan penggunaan sekitar 56 juta galon air setiap tahun untuk menjaga server tetap dingin. Jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan puluhan ribu rumah tangga. Fakta ini memperlihatkan bahwa AI benar-benar haus air, bukan sekadar haus energi.
Dampak Konsumsi Air AI terhadap Lingkungan
Pusat data yang berdiri di wilayah rawan kekeringan sering memicu masalah serius. Ketika perusahaan teknologi menarik air dari sungai atau sumur bawah tanah, masyarakat setempat langsung merasakan dampaknya. Petani kehilangan pasokan air untuk irigasi, sementara warga kesulitan mendapatkan air bersih.
Kasus seperti ini sudah muncul di beberapa negara. Warga melakukan protes karena perusahaan teknologi mengambil air dalam jumlah besar dan membiarkan sebagian besar menguap tanpa kembali ke alam. Situasi itu memperburuk krisis air di daerah yang sejak awal sudah kekurangan.
Solusi untuk AI yang Lebih Hemat Air
Beberapa perusahaan teknologi kini mengembangkan sistem pendingin tertutup agar air bisa dipakai kembali tanpa banyak terbuang. Insinyur pusat data juga mulai memanfaatkan air daur ulang yang tidak layak minum sehingga masyarakat tetap bisa menggunakan air bersih.
Selain itu, perusahaan memilih lokasi pusat data di daerah beriklim dingin untuk memanfaatkan suhu rendah alami. Pemerintah pun mendorong regulasi baru yang mewajibkan perusahaan melaporkan konsumsi air mereka secara transparan. Para peneliti juga merancang model AI yang lebih hemat energi agar panas berkurang dan kebutuhan pendinginan tidak sebesar sekarang.
Teknologi Cerdas Harus Hemat Sumber Daya
AI memang membuka peluang besar bagi manusia. Namun juga, AI mengonsumsi air dalam jumlah yang mengejutkan. Setiap pusat data yang menjalankan AI berarti ikut bersaing dengan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya air.