Metaverse dan Dunia Virtual: Masa Depan Interaksi Sosial Gen Z dan Gen Alpha

Di dunia kerja, perusahaan global telah mulai melakukan rapat, pelatihan, hingga simulasi kerja di metaverse. Hal ini berpotensi mengurangi hambatan geografis dan biaya operasional, sekaligus membuka peluang kolaborasi tanpa batas.

Salah satu daya tarik utama metaverse adalah peluang ekonomi digital. Generasi muda kini dapat menjual karya seni digital (NFT), membuka toko virtual, hingga menjadi kreator konten di dunia virtual. Transaksi menggunakan mata uang digital atau token khusus menjadi hal biasa di dalam ekosistem ini.

Generasi Z memanfaatkan metaverse untuk membangun identitas digital dan meraih pendapatan baru. Namun, teknologi ini juga memunculkan tantangan seperti privasi data, keamanan siber, dan risiko kecanduan yang mengganggu kesehatan mental maupun sosial.

Selain itu, belum semua lapisan masyarakat memiliki akses ke perangkat pendukung metaverse, seperti headset VR atau jaringan internet super cepat. Hal ini berpotensi menciptakan kesenjangan digital baru antara mereka yang bisa mengakses metaverse dan yang tertinggal.

Menjadi Masa Depan Interaksi Sosial Gen Z dan Gen Alpha?

Melihat tren saat ini, metaverse tampaknya akan menjadi salah satu bentuk interaksi sosial masa depan gen Z maupun gen Alpha. Namun, hal tersebut bukan berarti dunia fisik akan ditinggalkan. Justru, kemungkinan besar yang terjadi adalah perpaduan antara dunia nyata dan dunia virtual (hybrid life), di mana generasi muda bisa dengan leluasa berpindah antara keduanya.

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu ikut menyiapkan regulasi, literasi digital, serta infrastruktur agar metaverse benar-benar memberi manfaat dan tidak sekadar menjadi tren sesaat.