RADARPANGANDARAN.COM – Dalam satu dekade terakhir, perkembangan teknologi digital telah membawa masyarakat pada pengalaman baru yang sebelumnya hanya bisa kita lihat dalam film fiksi ilmiah. Salah satunya adalah kehadiran metaverse dan dunia virtual.
Konsep ini bukan sekadar ruang bermain dalam game online, tetapi sebuah ekosistem digital yang memungkinkan manusia untuk belajar, bekerja, bersosialisasi, bahkan mencari penghasilan tanpa batas ruang dan waktu. Pertanyaan besar pun muncul: apakah metaverse akan menjadi masa depan interaksi sosial generasi Z dan generasi Alpha?
Istilah metaverse mulai populer setelah gencar dipromosikan oleh perusahaan teknologi global seperti Meta (Facebook). Secara sederhana, metaverse adalah dunia virtual tiga dimensi yang terhubung melalui internet, memungkinkan penggunanya menciptakan avatar digital untuk berinteraksi, berkomunikasi, hingga melakukan transaksi ekonomi.
Gen Z dan gen Alpha, yang lahir di era digital, menjadi kelompok yang paling cepat beradaptasi dengan tren ini. Mereka terbiasa dengan game online, media sosial, dan berbagai platform virtual, sehingga peralihan menuju interaksi di dunia metaverse terasa lebih alami.
Roblox, Fortnite, dan Minecraft menjadi prototipe metaverse karena menghadirkan interaksi sosial layaknya dunia nyata. Pengguna bisa bertemu teman, ikut konser virtual, membangun dunia, hingga berdagang item digital.
Fenomena ini menjadikan game online bukan lagi sekadar hiburan, melainkan wadah ekspresi diri sekaligus ruang sosial baru bagi generasi muda. Interaksi yang terjalin tidak kalah nyata dibandingkan dengan tatap muka di dunia fisik.
Metaverse untuk Belajar dan Bekerja
Selain hiburan, metaverse mulai dilirik sebagai medium untuk kegiatan produktif. Dunia pendidikan misalnya, dapat memanfaatkan teknologi ini untuk menghadirkan kelas virtual yang lebih imersif. Bayangkan pelajaran sejarah yang tidak lagi hanya berupa teks di buku, tetapi pengalaman langsung “mengunjungi” kota kuno Roma dalam bentuk digital 3D.