Sebanyak 16 partikel dan serat polimer sintetis berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini, dengan polipropilena sebagai polimer yang paling umum (43,8%).
Penemuan mikroplastik di otak ini membuat para peneliti berspekulasi bahwa manusia menghirup partikel polutan yang ada di mana-mana melalui hidung.
“Polipropilena ada di mana-mana, dalam furnitur, karpet, dan pakaian,” kata penulis utama studi, Dr. Thais Mauad, kepada NBC News, dikutip dari Russian Today.
“Kita tahu bahwa paparan terbesar terhadap partikel mikroplastik terjadi di dalam ruangan, karena rumah kita penuh dengan plastik,” tambahnya.
Polipropilena juga banyak digunakan dalam kemasan makanan seperti botol, toples, wadah yoghurt, dan cangkir minuman panas.
Pecahan botol dan kemasan sekali pakai menghasilkan partikel mikroplastik yang kemudian dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan atau dihirup.
Keberadaan mikroplastik di bulbus olfaktorius menunjukkan bahwa area ini bisa menjadi “jalur potensial” bagi partikel untuk mencapai bagian otak lainnya, menurut para peneliti.
Mengingat “kontaminasi plastik yang meluas di lingkungan,” temuan ini harus menjadi perhatian karena mikroplastik dapat berkontribusi pada “meningkatnya prevalensi penyakit neurodegeneratif,” menurut laporan penelitian tersebut.